Kamis, 17 April 2014

Pseudo aneurisma sinus sphenoidalis post traumatik di therapi embolisasi

Pada pasien ini didapatkan keluhan epistaksis dari hidung sisi kanan sejak 7 bulan yang lalu. Epistaksis makin memberat dan sering hampirdalam seminggu sekalimengalamiepistaksis. Jumlah darah setiap kaliepistaksis sebanyak 1 ember kecil penuh (± 1000 ml) warna darah merah segar. Telinga sisi kanan terasa seperti ditusuk, namun keluhan ini jarang timbul, ada keluhan nyeri pada gigi dan bibir atas kanan, mata kanan pandangan terasa ganda. Muka sisi kanan menceng pada bagian kanan atas. Keluhan ini dirasakan setelah kecelakaan lalu lintas 5 tahun sebelumnya. Keluhan buntu hidung, telinga grebek-grebek, pipi tebal dan benjolan dileher disangkal. Empat tahun setelah kecelakaan mulai munculepistaksis. Riwayat dirawat di RS 10 kali dengan 8 kali transfusi, setiap transfusi 2-3 kantong darah.
Gejala klinis dapat bervariasi, pseudoaneurisma sinus sfenoid traumatik harus dicurigai pada pasien dengan 3 gejala klinis berupa traumakraniofasial (biasanyafrakturfrontofasial), buta monokuler dandelayed epistaxis. Epistaksis dapat berulang dari yang dapat ditoleransi dengan baik hingga perdarahan masif. Dapat terjadi ketidakstabilan hemodinamik mulai dari beberapa hari sampai beberapa bulan meskipun  terbentuk efek fenomena emboli dan massa.3,10Hal tersebut dialami oleh pasien ini meskipun tidak terjadi kebutaan hanya keluhan diplopia.

Perdarahan arteri traumatik akanlebih berat dan karenaletaknya, lebih sulit dalam mengontrol perdarahan dibandingkan dengan etiologi epistaksis lainnya.3,10Trauma tumpul paling sering diikuti dengan epistaksis yang dapat berhenti sendiri apabila perdarahan berasal dari mukosa hidung, laserasi pada arteri sfenopalatina dan etmoid anterior. Diperlukan pemeriksaan yang cermat untuk menegakkan diagnosis pseudoaneurisma sebagai penyebab epistaksis. Delayed epistaxis(tertunda) biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah trauma, namun pernah dilaporkan terjadi 40 tahun setelah trauma.8 Pasien dengan traumatik pseudoaneurisma dari arteri karotis, dekat AKI intrakavernus akan menuju sinus sfenoid yang mungkin menimbulkan epistaksis yang masif dan berakibat fatal.10
Dari hasil pemeriksaan nasoendoskopi terdapat sumber perdarahan yang berasal dari daerah meatus superior dekstra sebelah posterior dan sekitar ostium sinus sfenoid dekstra.Angiografi karotis merupakan gold standard untuk  mendiagnosis pseudoaneurisma AKI. Pada pemeriksaan angiografi, gambaran fase vena harus simetris atau pengisian vena tidak lebih dari 2 detik pada sisi oklusi dibandingkan sisi kontralateral.11Pada pseudoaneurisma, kontras akan tampak lambat mengisi dan mengosongkan saat dilakukan angiografi, tampak kantong dengan kontur yang tidak teratur, dengan tangkai yang pendek  dan opasitas yang rendah.3,7,12Angiografi pada pasien ini  pseudoaneurisma RICAsegmen infra opthalmik, menonjol ke sinus sfenoid volume 0,450 ml ukuran neck 6 mm dan parent artery 3,5 mm 


Pasien dikirim ke poli onkologi THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan diagnosis pseudoaneurisma sinus sfenoid. Pasien direncanakan embolisasi, dan dikonsulkan ke radiologi. Dilakukan pemeriksaan diagnostik serebral angiografi dengan anestesi lokal melalui arteri femoralis. Kesimpulan serebral angiografi  pseudoaneurysm RICA segmen infra opthalmik, menonjol ke sinus sfenoid volume 0,450 ml ukuran neck 6 mm dan parent artery 3,5 mm 

Penatalaksanaan epistaksis yang disebabkan oleh pseudoaneurisma AKI adalah pemasangan tampon hidung pada keadaan darurat. Jika ada perdarahan dari hidung dan mulut, harus dilakukan pemasangan tampon hidung  posterior dengan benar dan kuat.Pada kasus yang kronik dengan pembedahan, ligasi arteri karotis komunis atau AKI, namun tindakan ini masih diperdebatkan.Ligasi arteri karotis komunis/ AKI merupakan terapi standar untuk pseudoaneurisma unclippable, untuk mengendalikan perdarahan yang mengancam nyawa.12,13,17Pembedahan secara langsung dengan clipping sangat sulit dilakukan karena lokasi pseudoaneurisma pada sinus kavernosus sulit dicapai dan mengontrol karena struktur tulang sekitarnya.18
Ligasi memiliki rata-rata morbiditas 28% dan mortalitas yang tinggi sampai dengan 40%, Resiko terjadinya iskemia serebral setelah ligasi 10-20%. Serta dapat terjadi tromboembolik, perdarahan dan pseudoaneurisma yang menetap.Efek dari ligasi arteri bervariasi karena sirkulasi kolateral dari sisi kontra lateral dan anastomosis dengan AKI.Ligasi AKI relatif mudah dan tidak memerlukan keahlian atau alat khusus tetapi memiliki resiko komplikasi yang besar yaitu stroke, kebutaan dan kematian.17,19,20
Pendekatan endovaskuler direkomendasikan untuk penatalaksanaan pseudoaneurisma traumatik.  Embolisasi dengancoil platinum atau stent  atau stent dan coil untuk mempertahankan patensi AKI dan mengeradikasi pseudoaneurisma serebral. Tindakan ini sangat sulitkarena pseudoaneurisma hanya terdiri dari jaringan fibrous dan tidak mengandung elemen pembuluh darah normal. Karena pseudoaneurisma rapuh dikhawatirkan akan ruptur, pemasangan coil yang kuat secara langsung pada pseudoaneurisma lebih sulit dibandingkan pada aneurisma sesungguhnya.3,21
Menurut Mendez et al dikutip dari Tseng et almenyarankan bahwa oklusi endovaskuler pseudoaneurisma traumatik terbaik dicapai dalam fase subakut. Karena sudah memiliki dinding pseudoaneurisma lebih matur dan stabil, mengandung fibroblas dan unsur lain yang memperkuat dinding serta berkapsul sehingga dapat diterapi seperti aneurisma sesungguhnya.8,21Penatalaksanaanpseudoaneurisma dengan stent dianggap legih logis, lebih aman dan lebih mudah dibandingkan dengan penggunaan bahan embolisasi di kantong pseudoaneurisma. Menurut Cothren et al dikutip dari Tseng et al rata-rata komplikasi tatalaksana endovaskuler dengan embolisasi stent adalah stroke.10Pada pasien ini kemudian dilakukan tindakan dengan pemasangan stent dan coil.Pada bulan ke 4 dilaporkan pasien meninggal dunia karena perdarahan yangsebelumnyatidakadakeluhanepistaksislagipascatindakan.
Komplikasi embolisasi salah satunya adalah ruptur pseudoaneurisma baik saat tindakan atau tertunda setelah tindakan. Embolisasi transarterial sendiri kadang-kadang dapat terkait dengan terbentuknya pseudoaneurisma baru. Pada pemasangan stent potensial terjadinya akut/ subakut trombosis dan mikroemboli, meskipun jarang namun komplikasi inibermakna. Trombosis stent dapat disebabkan oleh dilatasi dan thrombogenicity stent yang rendah. Kombinasi terapi lain dengan antiplatelet  clopidogrel dan aspirin sangat bermakna dapat menurunkan resiko tombosis stent. Dengan dosis clopidogrel 75 mg/ hari dan aspirin 100 mg diberikan 3 hari sebelum tindakan dilanjutkan 6 bulan pasca tindakan.Embolisasi dengan coildapat gagal meskipun awalnya berhasil. Dengan pemasangan coil sendiri biasanya dapatmenekan dan bergeser menuju parentartery.18
Pada pasien ini hanya mengkonsumsi anti platelet clopidogrel bisulfate 75 mg dan aspilet 80 mg one day on one day off sebelum tindakan serta dilanjutkan hingga 6 minggu pasca tindakan. Pasien hanya sekali kontrol pasca tindakan. Diperlukan observasi dan follow up yang cermat untuk pasien dengan terapi coil. Wajib dilakukan pemeriksaan radiologi kepala secara berkala untuk melihat perubahan morfologi coil.22

KESIMPULAN
Perdarahan arteri traumatik lebih berat dan sulit karenaletaknya, sulit dalam mengontrol perdarahan.Terapi ini sangat sulit karena pseudoaneurisma hanya terdiri dari jaringan fibrous dan tidak mengandung elemen pembuluh darah. Telah diilakukan terapistentingdan coiling ada pseudoaneurisma sinus sfenoid pasca trauma.Pada bulan ke 4 dilaporkan pasien meninggal dunia karena perdarahan yangsebelumnyatidakadakeluhanepistaksislagipascatindakan. Perdarahan dapat disebabkan oleh karenarupturpseudoaneurisma, terbentuk pseudoaneurisma baru, migrasicoil, terapi antiplatelet yang tidak optimal, trombosisataumikroemboli. 
( sumber Netiana ,Departemen/ SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok  ,                                        Bedah Kepala dan Leher   ,      Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr Soetomo
            Surabaya
 )

Jumat, 21 Agustus 2009

ENEMA / HUKNAH

Definisi
Enema adalah tindakan memasukkan cairan kedalam rectum dan kolon melalui lubang anus. 

Tujuan
Tindakan enema diberikan dengan tujuan untuk mengeluarkan feses dan flatus.

Manfaat
1. Pertimbangan medis sebagai metoda pengosongan feces dengan segera dari kolon seperti: persaiapan pemeriksaan IVP dan colon in loop, tindakan pre operasi, konstipasi.
 Enema dimasukkan lewat anal hingga kolon. Setelah seluruh dosis enema masuk, pasien akan buang air bersamaan dengan keluarnya cairan enema. Larutan garam isotonik sangat sedikit mengiritasi rektum dan kolon, mempunyai konsentrasi gradien yang netral. Larutan ini tidak menarik elektrolit dari tubuh – seperti jika menggunakan air biasa – dan larutan ini tidak masuk ke membran kolon – seperti pada penggunaan phosphat. Dengan demikian larutan ini bisa digunakan untuk enema dengan waktu retensi yang lama, seperti melembutkan feses pada kasus fecal impaction.
2. Pemeriksaan radiologi pasca pemberian barium enema. 
 Pembilasan dengan air atau saline dilakukan setelah selesai pemberian barium sulphat dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi normal kolon, mencegah komplikasi berupa retensi dan konstipasi akibat pemberian barium sulphat. 
3. Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan operasi seperti sigmoidoscopy atau colonoscopy. Untuk kenyamanan dan mengharapkan kecepatan proses tindakan enema dapat diberikan disposibel enema dengan konsentrasi lebih kental berbahan dasar air yg berisikan sodium phospat atau sodium bikarbonat. 
4. Sebagai jalan alternatif pemberian obat. Hal ini dilakukan bila pemberian obat per oral tidak memungkinkan, seperti pemberian antiemetik untuk mengurangi rasa mual, beberapa anti angiogenik lebih baik diberikan tanpa melalui saluran pencernaan , pemberian obat kanker, arthritis, pada orang lanjut usia yang telah mengalami penurunan fungsi organ pencernaan.


Indikasi

1. Konstipasi

2. Impaksi Feses (tertahannya feses)

3. Persiapan pre operasi

4. Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan radiologi, seperti colonoscopy, Colon in loop, endoscopy, Intra venous pyelografi, dll.

5. Pasien dengan melena


Kontra Indikasi
Pasien dengan diverticulitis, ulcerative colitis, Crohn’s disease, post operasi, pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti hemoroid bagian dalam atau hemoroid besar, tumor rektum dan kolon.

Tipe-tipe enema 
Enema dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya : 
a. Cleansing enema merangsang peristaltik dengan mengiritasi kolon dan rektum dan atau meregangkan intestinal dengan memasuki volume cairan. Ada 2 cleansing enema yaitu :
High enema (huknah tinggi)
High enema diberikan untuk membersihkan kolon sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar 1000 ml larutan untuk orang dewasa, dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi dorsal recumbent dan kemudian ke posisi lateral kanan selama pemberian ini agar cairan dapat turun ke usus besar. Cairan diberikan pada tekanan yang tinggi daripada low enema.; oleh karena itu wadah dari larutan digantung lebih tinggi. Cleansing enema paling efektif jika diberikan dalam waktu 5-10 menit.
Low enema (huknah rendah)
Low enema diberikan hanya untuk membersihkan rektum dan kolon sigmoid. Sekitar 500ml larutan diberikan pada orang dewasa, klien dipertahankan pada posisi sims/miring ke kiri selama pemberian. 

b. Carminative enema terutama diberikan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan ke dalam rektum untuk mengeluarkan gas dimana ia meregangkan rektum dan kolon, kemudian merangsang peristaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180 ml. 

c. Retention enema: dimasukkan oil (pelumas) ke dalam rektum dan kolon sigmoid, pelumas tersebut tertahan untuk waktu yang lama (1-3 jam). Ia bekerja untuk melumasi rektum dan kanal anal, yang akhirnya memudahkan jalannya feses. 

d. Enema dengan mengembalikan aliran, mengarah pada pembilasan kolon, digunakan untuk mengeluarkan flatus. Pemasukan dan pengeluaran cairan yang berulang ke dan dari rektum. Pertama-tama larutan (100-200ml untuk orang dewasa) dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid, kemudian wadah larutan direndahkan sehingga cairan turun kembali keluar melalui rectal tube ke dalam wadah. Pertukaran aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-6 kali, sampai (perut) kembung hilang dan rasa tidak nyaman berkurang atau hilang. Banyak macam larutan yang digunakan untuk enema. 


Bahaya enema adalah iritasi sabun dan efek negatif dari larutan hypertonik atau hipotonik. Pada cairan tubuh dan elektrolit, larutan hipertonik seperti larutan phosphate menyebabkan sedikit iritasi pada membran mukosa dan menyebabkan cairan dari jaringan sekitar tertarik ke dalam kolon. Proses ini disebut osmosis. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi, terutama pada anak < 2 th dapat menyebabkan hipokalsemia dan hiperphosphatemia. 
Pemberian hipotonik yang berulang seperti enema berbentuk kran, dapat mengakibatkan absorpsi volume darah dan dapat mengakibatkan intoksikasi air. 

Pedoman pemberian enema 
1. Menggunakan rectal tube dengan ukuran yang tepat, untuk orang dewasa no.22-30; anak-anak no.14-18, bayi no.12. 
2. Rectal tube harus licin dan fleksibel, dengan 1 atau 2 pembuka pada ujung dimana larutan mengalir. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Rectal tube dilumasi dengan jelly/pelumas untuk memudahkan pemasukannya dan mengurangi iritasi pada mukosa rektum. 
3. Enema untuk dewasa biasanya diberikan pada suhu 40,5-43 0C, untuk anak-anak 37,7 0C. Beberapa retensi enema diberikan pada suhu 33 0C. Suhu yang tinggi bisa berbahaya untuk mukosa usus; suhu yang dingin tidak nyaman untuk klien dan dapat menyebabkan spasme pada otot spinkter. 
4. Jumlah larutan yang diberikan tergantung pada jenis enema, usia dan ukuran tubuh klien dan jumlah cairan yang bisa disimpan ; bayi, ≥ 250ml, toddler atau preschool, 250 – 350 ml, anak usia sekolah, 300 - 500ml, adolescent, 500 - 750ml dan adult, 750-1000ml 
5. Ketika dimasukkan, pasien posisi lateral kiri, sehingga kolon sigmoid berada di bawah rektum sehingga memudahkan pemasukan cairan. Selama high enema, klien mengubah posisinya dari lateral kiri ke dorsal recumbent, kemudian lateral kanan. Pada posisi ini seluruh kolon dijangkau oleh air. 
6. Insersi tube tergantung pada usia dan ukuran klien. Pada dewasa, dimasukkan 7,5-10 cm, anak-anak 5-7,5 cm dan pada bayi hanya 2,5-3,75 cm. 
7. Kekuatan aliran larutan ditentukan oleh; tingginya wadah larutan, ukuran tube, kekentalan cairan, dan tekanan rektum.
Enema pada dewasa, wadah larutan tidak boleh lebih tinggi dari 30cm di atas rektum. Selama high enema, wadah larutan biasanya 30-45cm di atas rektum, karena cairan dimasukkan lebih jauh untuk membersihkan seluruh usus. Untuk bayi, wadah larutan tidak boleh lebih dari 7,5 cm di atas rektum. 
8. Waktu yang diperlukan untuk memasukkan enema tergantung jumlah cairan yang dimasukkan dan toleransi pasien. Volume yang banyak seperti 1000ml, mungkin membutuhkan waktu 10-15 menit. Untuk membantu menahan larutan, dapat dilakukan penekanan pada bokong, agar terjadi tekanan di luar area anal. 
 
 
Diambil dari sumber :
 1. Siregar C.T. Kebutuhan dasar manusia eleminasi BAB. http://ilmukeperawatan.com
2. Patricia A. Potter Et All. Fundamental Of Nursing, Concepts Process & Practice, Third Edition, 1992, Mosby Year Book Washington. 
3. Sandra M. Nettina, Manual Of Nursing Practice, 6 Th Edition, 1996 , Lippinciott Raven Publishers.

Pemeriksaan Esophagus

BARIUM SWALLOW 
 Barium swallow adalah pemeriksaan esophagus menggunakan bahan kontras. Indikasi yang paling sering dilakukan pemeriksaan ini adalah dysfagia dan odynofagia. Indikasi lainnya adalah ; evaluasi adanya tracheo-esophagus fistel, evaluasi adanya pembesaran atrium kiri, kecurigaan corpus alienum yang non opaque dan kecurigaan adanya perforasi. Kontra indikasi pemeriksaan relatif tidak ada.

Persiapan Pasien :
Tidak ada persiapan khusus. Pasien tidak perlu puasa. 

Bahan :
- Suspensi kontras barium 30% - 50% w/v 100 v/v
- Kristal carbondioksida
- Water soluble contrast
Literatur lain menggunakan :
- 1 ampul Baros Bicarbonate dalam 10 cc water
- 2 oz. E-Z-HD atau Maxibar, 250% and 210% w/v, respectively (“thick barium”)
- 7 oz. Liquid E-Z-Paque Barium, 60 % w/v (“thin barium”)

Prosedur :
1. Menjelaskan kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan.
2. Pasien diberitahu beberapa instruksi yang nantinya harus dilakukan.
3. Pasien posisi tegak dengan wajah menghadap pemeriksa. 
4. Untuk mendapatkan hasil yang akurat dalam proses menelan yang simetris, posisi pasien harus di tengah/simetris, muka menghadap lurus kedepan, kepala tidak miring atau menoleh. 
5. Disiapkan suspensi kontras barium 30% - 50% w/v
6. Pasien diminta mengulum kontras dalam rongga mulut 1-2 sendok. Kemudian dengan aba-aba pemeriksa, pasien diminta menelannya.
7. Perjalanan kontras melewati pharing dan esophagus dilihat melalui monitor untuk menilai fungsi menelan. 
8. Perhatikan adanya aspirasi, kelemahan, obstruksi, striktur atau kelambatan pengosongan. 
9. Jika didapatkan aspirasi yang signifikan, maka pemeriksaan harus dihentikan. 
10. Jika semua berjalan baik. Eksposure dilakukan pada daerah yang dicurigai.       • Daerah pharing : posisi AP dan lateral.       • Daerah esophagus : posisi RAO atau LPO

11. Pada pemeriksaan dengan double contrast, Posisi pasien berdiri left Posterior Oblique. 
12. Diberikan kristal carbon dioxida kemudian disusul suspensi kontras barium dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
13. Eksposure 3 spot pada esophagus pars thoracalis yang teregang oleh udara menggunakan kaset 14x14 tanpa magnifikasi. Spot pertama mencakup esophagus thoracalis bagian atas. Dan dua spot lainnya mencakup spighter esophagus bagian bawah.
14. Posisikan fluoroskopi di atas pharing/upper thoracic esophagus dan rekam 3 gambar. Lakukan hal yang sama pada esophagus bagian bawah/ regio GEJ.
15. Tentukan 3 spot non magnifikasi. Spot pertama diatas esophagus bagian atas. Dua lainnya spot pada open lower esophageal sphincter (LES).


16. Untuk menunjukkan adanya varices oesophagus :
- posisi pasien berbaring
- diberikan 1 sendok makan barium
- inspirasi dalam, tahan nafas sambil menelan barium dan diperintahkan malakukan Valsava manuver bersamaan eksposure.


17. Untuk kasus Tracheo Esophagus Fistula pada bayi.
- dipasang Nasogastric tube pada mid-oesophagus.
- Pakai kontras yang water soluble, dimasukkan dengan bantuan spuit.
- Posisi pasien lateral. 
- Eksposure dilakukan saat kontras dimasukkan sambil nasogastric tube ditarik secara simultan


18. Untuk kasus corpus alienum non opak
- Menggunakan kapas yang dicelupkan barium water soluble.
- Kemudian pasien diminta menelan kapas barium tersebut.
- Eksposure pada posisi AP dan lateral.
- Tempat dimana kapas barium berhenti / tersangkut disitulah tempat corpus alienum berada


Komplikasi
1. Aspirasi
2. Perforasi pada daerah lesi


diambil dari berbagai sumber :
1. Ballinger P. W & Frank E. D. (2003) Esophagus, Merrill’s Atlas of Radiographic Positions & Radiologic Prosedures, Volome two, 10th ed. pp. 133-37. Mosby Inc.
2. Bontrager K. (2001) Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy, 5th ed. Double Contrast. pp. 452-56.
3. Canon, C.L. UAB Department of Radiology, Revised June 2006.


Kamis, 09 Juli 2009

Kesalahan

Terjadi kesalahan dalam meletakkan blog yang mestinya hanya untuk PPDS radiologi ternyata masuk blog TKP PPDS, jadi perlu dibetulkan agar semua menjadi baik.

Selasa, 30 Juni 2009

Menggunakan blog ini

Blog ini di gunakan untuk komunikasi PPDS Radiologi RSUD DR Soetomo dengn harapan dapat saling berkumunikasi sehingga dapat saling bertukar pikiran. berbagi masalah agar pendidikan radiologi dapat menjadi lebih maju

Kamis, 17 Juli 2008

Soal untuk evaluasi radiobiologi

Setelah mendapatkan pembelajaran radiobiologi, maka para PPDS dapat memberikan uraian / ringkasan materi yang memberikan jawaban dari :
1. Apa yang dapat terjadi kalau seseorang terkena radiasi ( jenis2 reaksi radiasi pada manusia )
2. Apa saja yang dapat menjadi sumber radiasi sehingga dapat menimbulkan reaksi yang terjadi ( setelah mendapatkan bahan kuliah dan melihat film )
3. Bagaimana memproteksinya

Buatlah jawaban berupa makalah kelompok mengenai hal tersebut min 25 halaman dan buatlah ringkasan serta masukkan kedalam blok. alamat .
a. www.radiologi-surabaya.blogspot.com
b. www.PPDS radiologi blogspot.com
waktu sampai hari senin palinglambat

Tujuan blogspot

Tujuan membuat blog adalah komunikasi dengan para PPDS radiologi, sehingga permasalahan dapat di kemukakan dan degan demikian dapat dipikirkan bersama pemecahanyang dapat dilakukan. Senter radiologi surabaya merupakans senter yang besar dan lama dengan jumlah guru besar yang terbanyak dibandingkan senter pendidikan radiologi di Indonesia, dengan demikian diharapkan pemikiran dan pengembangan menjadi lebih cepat dan baik.